TUBAN, Panturapos.com | Program Bantuan Langsung Modal (BLM) PUAP yang seharusnya menjadi instrumen peningkatan kesejahteraan petani, justru diduga disalahgunakan oleh pengurus Gapoktan Panji Jaya, Desa Jenggolo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban.
Gapoktan yang berdiri sejak 2012 dan menerima dana PUAP sebesar Rp100 juta pada 2013 itu kini menjadi sorotan publik. Ketua Gapoktan, Arif Budiman, yang juga menjabat sebagai perangkat desa aktif sejak 2010, diduga mengelola dana secara tertutup dan tidak akuntabel.
Sejak dana dicairkan, tidak pernah dilakukan reorganisasi, rapat tahunan, maupun penyampaian laporan pertanggungjawaban kepada anggota. Dana yang semestinya digunakan untuk kegiatan produktif petani justru diputar dalam sistem simpan pinjam berbunga 20 persen. Praktik ini bertentangan dengan semangat pemberdayaan yang menjadi inti program PUAP.
Lebih mencengangkan, pada awal 2020 dana pokok Rp100 juta diduga dialihkan untuk membeli dua kapling tanah atas nama pribadi ketua. Nilai aset tersebut kini diperkirakan mencapai Rp150 juta. Dugaan ini mengarah pada penyalahgunaan dana negara untuk kepentingan pribadi.
Gapoktan Panji Jaya menaungi sekitar 100 anggota dari tiga dusun: Gedangan, Panjen, dan Kajongan. Namun, kendali organisasi kini berada di rumah ketua, bukan di sekretariat resmi. Struktur kepengurusan pun terkesan hanya formalitas, dengan bendahara tercatat telah meninggal dunia dan belum digantikan secara resmi.
Rangkap jabatan antara perangkat desa dan ketua Gapoktan merupakan pelanggaran terhadap sejumlah regulasi:
- Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 51 dan 52, menyatakan bahwa perangkat desa harus fokus pada tugas pemerintahan dan tidak boleh merangkap jabatan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
- Peraturan Menteri Pertanian No. 67 Tahun 2016 tentang Pedoman Pembentukan dan Keanggotaan Gapoktan, secara tegas melarang perangkat desa menjadi pengurus Gapoktan.
- Permendagri No. 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, mengatur sanksi administratif bagi perangkat desa yang melanggar ketentuan jabatan.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat berujung pada teguran, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap dari jabatan perangkat desa.
Kepala Desa Jenggolo, H. Fatkhul Ni’am, saat dikonfirmasi pada Selasa (7/10/2025), membenarkan bahwa Arif Budiman merupakan perangkat desa aktif dan bahwa dana PUAP digunakan untuk membeli tanah. Ia menyatakan akan mengambil langkah tegas apabila terbukti terjadi penyimpangan.
“Kami akan menindaklanjuti temuan ini sesuai prosedur. Jika terbukti ada pelanggaran, maka akan kami proses sesuai aturan yang berlaku,” ujar Fatkhul Ni’am.
Sementara itu, Arif Budiman menyampaikan tanggapan melalui pesan singkat pada 4 Oktober 2025, namun jawaban tersebut dinilai tidak menyentuh substansi dugaan penyimpangan. Ia justru melempar tanggung jawab kepada instansi lain tanpa memberikan klarifikasi konkret.
Sejumlah anggota Gapoktan dan warga Desa Jenggolo mendesak agar dilakukan audit terbuka terhadap pengelolaan dana PUAP. Mereka menuntut agar dokumen pertanggungjawaban dibuka dan proses klarifikasi dilakukan secara transparan.
Jika terbukti ada unsur pidana, maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 8 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan kewenangan dan penggelapan dana negara. Ancaman hukuman maksimal adalah 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Tim investigasi Panturapos.com akan terus melakukan verifikasi lapangan dan mengajukan permintaan klarifikasi resmi kepada BPKP, Dinas Pertanian, dan Inspektorat Kabupaten Tuban.
Publik berhak tahu ke mana dana rakyat digunakan, dan hukum harus ditegakkan tanpa kompromi. [Tim Red]












