Dugaan Manipulasi Dana BUMDes Sidodowo Lamongan, Warga Desak Transparansi Pengelolaan

LAMONGAN, Panturapos.com | Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sido Langgeng, Desa Sidodowo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, tengah menjadi sorotan publik. Dugaan penyimpangan pengelolaan dana sebesar Rp210 juta pada tahun anggaran 2025 yang dialokasikan untuk program penggemukan sapi memicu keresahan warga dan pertanyaan serius soal transparansi.

Sejumlah kejanggalan mencuat, mulai dari rangkap jabatan pengurus lama, perbedaan informasi terkait penggunaan dana, hingga belum adanya serah terima jabatan resmi kepada pengurus baru.

Salah satu sorotan utama adalah dugaan rangkap jabatan oleh UB, mantan Ketua BUMDes yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun. Berdasarkan Permendesa PDTT No. 3 Tahun 2021 Pasal 26 ayat (2), perangkat desa tidak diperkenankan merangkap sebagai pengurus BUMDes.

Namun, UB membantah telah melanggar aturan. Ia mengklaim bahwa saat menjabat belum ada regulasi yang secara eksplisit melarang rangkap jabatan tersebut.

“Dulu belum ada undang-undang yang melarang. Tapi saya pernah dengar memang tidak boleh,” ujar UB saat dikonfirmasi.

UB juga menyatakan bahwa selama masa jabatannya, tidak ada dana BUMDes yang dikucurkan oleh desa. Pernyataan ini bertentangan dengan keterangan Kepala Desa Sidodowo, Ali Mahrus, yang menyebut bahwa sebelumnya telah ada dana simpan pinjam sekitar Rp10 juta.

Ali Mahrus menjelaskan bahwa dana Rp210 juta pada tahun 2025 digunakan untuk program penggemukan sapi oleh pengurus baru. Namun, pembangunan kandang dilakukan di lahan milik keluarga pengurus, dan belum ada serah terima jabatan secara resmi.

“Dana tersebut digunakan untuk penggemukan sapi, tapi kandangnya dibangun di lahan pribadi,” jelasnya, Sabtu (1/11/2025).

Sementara itu, Bendahara BUMDes, Purwanti, memberikan keterangan berbeda. Ia menyebut bahwa dana tersebut digunakan tidak hanya untuk penggemukan, tetapi juga untuk pembelian sapi dan pembenahan kandang. Ia menegaskan bahwa semua penggunaan dana telah disampaikan dalam Musyawarah Desa (Musdes) yang dihadiri oleh perangkat desa, Muspika, dan Camat Modo.

“Semua sudah dipaparkan dalam Musdes, termasuk rincian penggunaan dana,” kata Purwanti.

Ketua BUMDes yang baru, Supa’at, saat dikonfirmasi terkait pelantikannya, menyebut bahwa dirinya ditunjuk secara informal saat kegiatan pembentukan Koperasi Merah Putih di pendopo kecamatan. Ia mengaku belum menerima SK resmi atau melalui proses serah terima jabatan yang formal.

“Waktu itu pas acara Koperasi Merah Putih, kami dipanggil ke depan sebagai pengurus. Ada kok dokumennya,” ujar Supa’at.

Dugaan penyimpangan ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 26 ayat (4) huruf c dan d, yang mengatur bahwa kepala desa wajib menyelenggarakan pemerintahan desa secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.

Jika terbukti ada unsur penyalahgunaan wewenang atau penggelapan dana desa, maka dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 3 dan 8 UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

Warga Desa Sidodowo mendesak pemerintah kecamatan dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan mengaudit pengelolaan dana BUMDes. Mereka menuntut kejelasan status kepengurusan dan transparansi penggunaan anggaran.

“Kami hanya ingin kejelasan. Dana ratusan juta itu milik desa, bukan milik pribadi,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya tata kelola BUMDes yang profesional dan sesuai regulasi. Tanpa pengawasan yang ketat, potensi penyimpangan akan terus membayangi lembaga ekonomi desa yang seharusnya menjadi motor penggerak kesejahteraan masyarakat. [Tim Red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *