Rekrutmen Perangkat Desa Kacangan Diduga Ditarif Rp200 Juta, Warga Siap Tempuh Jalur Hukum

LAMONGAN, Panturapos.com | Proses penjaringan perangkat Desa Kacangan, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, memicu kontroversi setelah muncul dugaan bahwa dua kursi jabatan yang diperebutkan—Kasi Kesejahteraan dan Kasi Pelayanan—ditarif hingga Rp200 juta per kursi. Informasi ini beredar luas di tengah masyarakat dan memunculkan kekhawatiran akan praktik jual beli jabatan yang melanggar hukum.

Rekrutmen yang dilaksanakan pada Rabu, 29 Oktober 2025, awalnya berjalan sesuai prosedur. Namun, hasil seleksi yang menunjukkan nilai sempurna dan identik antara dua peserta yang lolos, yakni total 546 dengan rata-rata 91,00, menimbulkan tanda tanya besar. “Nilainya sama persis, baik total maupun rata-rata. Ini sangat janggal dan terkesan sudah diatur,” ujar salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya, Jumat (7/11/2025).

Hasil Nilai Rekrutmen untuk Formasi Kasi Pelayanan Perangkat Desa Kacangan, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan

Menurut informasi yang dihimpun, terdapat dugaan bahwa peserta yang lolos telah ditentukan sebelum seleksi berlangsung. Bahkan, disebutkan bahwa Kepala Desa Kacangan, Muji, bersama Kepala Dusun Kepoh, Joko, diduga berperan aktif dalam mengatur teknis dan komunikasi dengan peserta yang bersedia membayar.

Jika dugaan tersebut terbukti, maka praktik ini dapat dikategorikan sebagai jual beli jabatan, yang termasuk dalam bentuk pungutan liar (pungli). Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pungli yang dilakukan oleh pejabat publik untuk keuntungan pribadi dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

Selain itu, Permendagri No. 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa menegaskan bahwa proses seleksi harus dilakukan secara transparan, objektif, dan bebas dari intervensi. Praktik jual beli jabatan bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut dan dapat dikenai sanksi administratif hingga pemberhentian dari jabatan.

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah menegaskan bahwa segala bentuk setoran atau mahar dalam pengisian jabatan desa adalah ilegal dan tidak akan ditoleransi.

Warga dan sejumlah tokoh masyarakat menyatakan akan melaporkan dugaan ini ke Aparat Penegak Hukum (APH) jika bukti-bukti semakin menguat. “Kami sedang mengumpulkan informasi. Jika benar ada tarif Rp200 juta, maka ini harus diusut tuntas,” tegas narasumber.

Hingga berita ini diturunkan, awak media belum berhasil mendapatkan klarifikasi langsung dari Kepala Desa Muji maupun Kepala Dusun Joko. Pihak media akan terus berupaya melakukan konfirmasi untuk memastikan kebenaran informasi yang beredar.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya integritas dalam proses rekrutmen perangkat desa, serta perlunya pengawasan ketat dari masyarakat dan lembaga hukum agar jabatan publik tidak menjadi komoditas yang diperjualbelikan. [Tim Red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *