LAMONGAN, Panturapos.com – Aktivitas galian C atau pertambangan di area pertanian Desa Jatipayak, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, semakin marak. Diduga, tanah galian tersebut digunakan untuk pengurukan lapangan desa setempat.
Meskipun kegiatan ini memiliki risiko tinggi dan berdampak besar terhadap lingkungan, aktivitas tambang tersebut terus beroperasi. Agar tidak terendus oleh aparat, lokasi tambang biasanya selalu berpindah-pindah.
Menanggapi aktivitas tambang galian C ini, Pemkab Lamongan dan aparat penegak hukum (APH) diduga lemah. Faktanya, aktivitas tambang tersebut masih berlangsung secara masif setiap musim kemarau, hingga menjadi bisnis musiman.
Salah satu warga yang tinggal tak jauh dari lokasi mengatakan bahwa galian tersebut baru berjalan sekitar 1-2 minggu, dan tanah galian tersebut digunakan untuk pengurukan lapangan.
“Baru sekitar dua minggu, tanahnya untuk pengurukan lapangan,” kata warga.
Kepala Desa Jatipayak mengaku bahwa aktivitas galian tersebut tidak memiliki izin. Selain itu, kepala desa juga menyampaikan dampak positif dan negatif terkait adanya galian di desanya.
“Dampak negatif yang langsung dirasakan masyarakat adalah kerusakan jalan,” ungkap kepala desa.
Untuk melakukan aktivitas tambang, telah diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. [Red]