Dugaan Material Ilegal Mengiringi Pengurukan Lapangan Desa Mori Kecamatan Trucuk

BOJONEGORO, Panturapos.com | Proyek pembangunan lapangan Desa Mori, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro tengah disorot publik menyusul dugaan penggunaan material tanah urug ilegal dari galian C yang belum memiliki izin resmi.

Pekerjaan pengurukan yang telah berjalan selama beberapa hari ini disebut mendapatkan suplai tanah urug dari lokasi galian di Desa Sumberjo Kentong, Kecamatan Trucuk. Lokasi tambang tersebut berada dalam wilayah hukum Polsek Trucuk dan sebelumnya telah direkomendasikan untuk ditutup oleh Komisi B DPRD Bojonegoro karena tidak memenuhi persyaratan perizinan.

Di lokasi kegiatan, terpampang papan informasi bertuliskan Kegiatan Pembangunan Lapangan Desa, dengan volume pekerjaan sepanjang 44 meter dan lebar 34 meter. Proyek ini bersumber dari Dana Desa (DD) tahun anggaran 2025 dengan nominal Rp172.675.000.

Ketika dikonfirmasi oleh media, Kepala Desa Mori, Wahyudi, enggan menjelaskan asal material tanah urug. “Gak ngerti, Mas. Aku njaluk wong Dump Dump kuwi,” ujarnya singkat kepada awak media.

Sementara itu, seorang anggota Tim Pelaksana Kegiatan (Timlak) yang enggan disebut namanya, menyebutkan bahwa material tanah urug berasal dari lokasi galian C di Desa Sumberjo Kentong. “Tanah dari lokasi galian di Sumberjo Kentong, Mas,” katanya.

Dugaan bahwa material tersebut berasal dari galian ilegal semakin menguat lantaran lokasi galian itu pernah diberitakan tidak memiliki surat perizinan lengkap. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya penggunaan material ilegal dalam proyek pemerintah.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 161 menyebutkan bahwa pihak yang menampung, mengangkut, atau menjual mineral tanpa izin dapat dikenai pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar. Selain itu, Pasal 480 KUHP tentang penadahan mengatur ancaman hukuman bagi pihak yang membeli atau menggunakan barang hasil tindak pidana, termasuk material tambang ilegal.

Sebagai bentuk kontrol sosial, masyarakat meminta pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati Bojonegoro dan instansi terkait, agar segera mengambil tindakan tegas. Selain menghentikan aktivitas pengurukan tersebut, masyarakat mendesak adanya sanksi administratif maupun pidana bagi pihak-pihak yang terlibat. [Tim Red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *